Tak Mau Seperti Rempang, Warga Air Bangis Pasbar desak penyelesaian konflik agraria di lahan PSN

- 20 September 2023, 12:00 WIB
Salah satu plang yang dipasang di lahan kawasan hutan Air Bangis yang melarang warga menggunakan lahan atau mengambil hasil kebun sawit tanpa izin
Salah satu plang yang dipasang di lahan kawasan hutan Air Bangis yang melarang warga menggunakan lahan atau mengambil hasil kebun sawit tanpa izin /Marawatalk/BBC News Indonesia

Ia mengatakan bahwa sebagian Hak Guna Usaha memang berada di luar persetujuan dengan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), koperasi yang berada di kawasan tersebut. Namun, sebagian besar dari lahan itu merupakan kawasan perhutanan, kata Raja.

“Dari kasus ini tampaknya nggak banyak yang berkaitan dengan kami. Karena misalkan dengan kawasan hutan, itu KLHK. Dan dengan Hutan Tanaman Rakyat (HTR),” katanya.

Baca Juga: Aksi Penolakan PSN Air Bangis, Pemprov Sumbar Yakin Ombudsman Jernih Melihat Permasalahan

Sementara itu, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, Uli Arta Siagian, tak sepakat dengan apa yang diutarakan Raja.

Meskipun ia mengakui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki peran besar dalam penentuan status lahan, ia menilai Kementerian ATR/BPN menjadi muara terakhir dalam penanganan konflik agraria di Air Bangis.

“Sebelum ini berakhir ricuh, ketika PSN-nya seburuk-buruknya terjadi, ATR-BPN sudah tahu bahwa ketika mengeluarkan hak pengelolaan di wilayah kawasan itu, maka ini akan berdampak konflik pada orang yang lebih luas lagi,” kata Uli.

Mirip seperti Rempang Kepri, Warga merasa diintimidasi dan dijajah hingga trauma

Sebelumnya, pada Agustus 2023 lalu, sekitar 1.500 warga Nagari Air Bangis, Pasaman Barat, Sumatera Barat, menentang rencana pembangunan kawasan industri petrokimia yang diusulkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).

Aksi penolakan selama hampir sepekan di Kota Padang berujung pada pemulangan paksa ribuan orang dan penangkapan sewenang-wenang oleh belasan orang aparat.

Hingga pada akhirnya, Komalawati dan empat orang warga Air Bangis berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkan lahan mereka. Ia mengaku, masyarakat di sana mengalami apa yang disebutnya sebagai "intimidasi" setiap hari setelah aksi-aksi bulan lalu.

“Kami merasa seperti dijajah. Setiap pagi dan malam mereka keliling di kampung kami. Jadi anak-anak kami itu trauma. Jangankan anak, orang tua, pihak perempuan, mereka semua kena mentalnya,” ungkap Komalawati, usai pertemuan dengan Wakil Menteri ATR-BPN, Raja Juli Antoni.

Halaman:

Editor: Rully Firmansyah

Sumber: BBC News Indonesia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah