Ternyata, Putra Muaro Kiawai ini Pelopor Sekolah Pertanian Pertama di Sumbar

16 Juli 2023, 00:25 WIB
Abdul Aziz Sutan Kenaikan /Istimewa /

MARAWATALK - Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) adalah sebuah kabupaten yang beribu kota di Simpang Empat. Daerah ini terletak di bagian utara Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

Pasaman Barat berdiri pada tahun 2004 setelah memisahkan diri dari kabupaten induknya yakni Kabupaten Pasaman yang beribu kota di Lubuk Sikaping.

Daerah ini juga kerap disebut daerah ‘Tuah Basamo’ yang kaya akan penghasilan pertanian seperti buah kelapa sawit, jagung, karet, padi dan masih banyak hasil pertanian lainnya.

Namun siapa sangka, dari daerah multi etnis atau miniatur nya Indonesia ini ada sosok putra daerah yang pernah dipercayai memimpin sebuah rumah sekolah pertanian pada zaman penjajahan kolonial Belanda.

Baca Juga: Begini Tradisi Adat Mufakat Duduk Mamak Muaro Kiawai di Acara Alek

Sosok tokoh pertanian ini mungkin sudah terlupakan sejarah. Ia dikabarkan berasal dari Nagari (Desa Adat) Muaro Kiawai yang terletak di Kecamatan Gunung Tuleh, Pasaman Barat.

Mengenal tokoh ini mungkin sangat menarik bagi masyarakat yang haus akan sejarah.

Tokoh ini yakni, Abdul Azis Nasution gelar Sutan Kanaikan (gelar adat). Sejarah hidup nya pernah diangkat oleh Poestaha Depok dalam judul ‘Asal Usul Nagari Muaro Kiawai’.

Dari penelusuran, Sutan Kanaikan sewaktu kecil tinggal di Kampung Tuleh. Hingga saat ini masih ada berdiri kokoh sebuah rumah tua di kampung itu yang pernah ia tinggali.

Hal itu diungkapkan oleh Adri Sutan Majolelo Kanaikan ke-13, salah seorang tokoh adat yang masih memiliki hubungan darah. Ia menerangkan Abdul Azis Nasution adalah Sutan Kanaikan ketiga.

Baca Juga: Silat Pangean Kuansing Riau, Diminati di Minangkabau hingga Jambi dan Negeri Sembilan Malaysia

“Abdul Azis Nasution ini lahir pada tahun 1890 di Kampung Pasa Lamo. Namun kampung ini sudah menjadi sebuah kampung tinggal diseberang Sungai Batang Kiawai. Sekarang sudah tidak ada penduduk mendiami,” terangnya.

Kata dia, Abdul Azis Nasution terlahir dari keluarga terpandang artinya keturunan tokoh adat penting di Muaro Kiawai.

Menginjak masa remaja

Abdul Azis muda pindah bersama orang tua dan penduduk lainnya dari Kampung Pasar Lama ke Nagari Muaro Kiawai sekarang.

Beliau tinggal di rumah gadang di samping Masjid Raya Muaro Kiawai (sekarang), dari situ lah beliau berangkat belajar ke Sekolah Rakyat (SR) yang didirikan oleh Kolonial Belanda.

Setelah menamatkan di SR pada tahun 1909, ia melanjutkan pendidikan nya ke sekolah guru di Kotanopan (Kabupaten Madina, Sumut). Usai di Kotanopan, Abdul Azis pulang ke kampung halaman di Nagari Muaro Kiawai.

Baca Juga: Nagari Kapa Baralek Gadang, Muhammad Yusuf Resmi Sandang Gelar Datuak Mudo

Namun ia tidak menjadi guru pengajar karena terobsesi dengan dunia pertanian yang kala itu sebuah kebun kelapa sawit yang ada di Ophir (Luhak Nan Duo) dibuka atau mulai penanaman.

Akan tetapi, Abdul Azis Nasution muda melanjutkan sekolah pertanian ke Middelbare Landbouwschool Buitenzorg cikal bakal menjadi Institut Pertanian Bogor (IPB) sekarang.

Abdul Azis Nasution, sebelum masuk Sekolah Pertanian Bogor, adalah lulusan Sekolah Guru (kweekschool) di Fort de Kock (Bukit Tinggi) dengan lama belajarnya selama tiga tahun.

Biasanya, lulusan kweekschool umumnya menjadi guru, namun ia ternyata masih berkeinginan ke sekolah yang lebih tinggi agar bisa menjadi insinyur pertanian.

Riwayat menjadi insinyur pertanian dan Kepala Sekolah

Inilah riwayat awal Abdul Aziz Nasution yang seorang kandidat guru berubah haluan menjadi insinyur pertanian dari seorang guru.

Baca Juga: Silat Buayo Lalok Pessel, Tradisi Minangkabau Disegani Nyaris Ditelan Bumi

Sedangkan pada masa itu, Abdul Aziz Nasution di tanah air pada tahun 1913 lulus tingkat dua dan naik ke tingkat tiga (Bataviaasch nieuwsblad, 06 Agustus 1913).

Sekolah pertanian (landbouwschool) ini didirikan tahun 1903 di Buitenzorg. Namun, sekolah yang lama kuliahnya tiga tahun ini di tahun 1913 namanya diubah menjadi Sekolah Menengah Pertanian (Middelbare Landbouwschool).

Pada tahun 1914, ia menamatkan sekolah di Buitenzorg Bogor di sekolah pertanian tersebut.

Artinya ia adalah alumni pertama Sekolah Menengah Pertanian Bogor (Middelbare Landbouwschool).

Setelah tamat, Pemerintah Hindia Belanda menjadikan nya seorang Advisor atau penanggung jawab beberapa wilayah kebun pertanian Belanda yakni di Tapanuli, Pariaman, Painan, Payakumbuh dan Aceh.

Baca Juga: Rendang Puyuh Paling Recomended, RM Putra Minang Pasbar Buka Cabang di Bali

Pada tahun 1920, Pemerintah Hindia Belanda kembali mempercayainya karena prestasi yang bagus. Lalu, ia diangkat menjadi Kepala Sekolah Pertanian pertama Landbownormaalscholen (Padang Panjang).

Namun dikarenakan alasan keuangan, sekolah tersebut ditutup (Landbownormaalscholen) dan terpaksa pulang ke kampung halaman.

Meski sekolah pertanian di Padang Panjang macet, Abdul Azis Nasution tidak kehilangan akal. Guru tetaplah guru, pertanian juga tetaplah pertanian.

Abdul Azis kemudian berinisiatif mendirikan sekolah pertanian swasta di Loeboeksikaping, (ibukota Kabupaten Pasaman) pada tahun 193.

Uniknya, sekolah pertanian ini kurikulumnya mengintegrasikan pendidikan pertanian, pendidikan agama dan praktek dengan sistem asrama.

Karena itu orang Belanda menyebutnya sebagai Mohammedaansch Lyceum. Guru-guru pertanian direkrut dari Sekolah Pertanian Bogor sedangkan guru-guru agama dari Universitas Al Azhar di Kairo (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21 Desember 1925).

Baca Juga: Ternyata, Bukittinggi Pernah Jadi Ibu Kota Sumbar Selama 20 Tahun Secara De Facto

Saat itu jumlah keseluruhan siswa ada sebanyak 55 siswa, yang berasal dari Bengkulu, Palembang, Aceh, Lampoengsche serta dari afdeeling - afdeeling pantai Sumatera bagian barat dan bagian timur.

Di sekolah yang ia dirikan, kurikulumnya tidak berbeda dengan kurukulum Normaalschool. Beberapa pelajaran seperti botani, zoologi, fisika, geografi, aritmatika, bahasa Melayu, sejarah umum Hindia, geometri dan menggambar, diluar kimia.

Kemudian, pengetahuan tentang penyakit tanaman, pengetahuan tentang penyakit peternakan dan ternak, geologi, ekonomi, survei, pertolongan kesehatan, pertanian teoritis dan praktis, dengan budidaya tertentu diantaranya kopi, karet, kakao, vanila dan masih banyak lainnya.

Sekolah ala Abdul Azis Nasution ini tidak hanya unik, tetapi juga mampu memberi manfaat langsung bagi siswa-siswanya.

Baca Juga: Ziarah Amanah Silek Pangian Rantau Batanghari: Bukan Cuma Bela Diri Tapi Juga Tradisi

Dalam praktek, sambil terus belajar, siswa-siswa diminta kerjasama dengan masyarakat sekitar untuk menyediakan lahan dan para siswa yang mengerjakan dengan ilmu yang dipelajari dengan cara bagi hasil.

Hasil pendapatan siswa lalu ditabung di kantor pos agar nantinya ketika mereka lulus para lulusan sudah memiliki modal sendiri.

Baca Juga: Kayia Balimau, Tradisi Pra Nikah yang Wajib Dijalani Para Kaum Hawa di Silayang

Setelah sekian tahun, nama Abdul Azis Nasution gelar Sutan Kenaikan muncul ke ranah publik di Miinangkabau dan dicalonkan untuk menjadi anggota dewan daerah yang disebut Minangkabau Raad (lihat Sumatra post, 26 Juli 1938).

Abdul Azis yang sudah populer dan merakyat itu dengan mulus menuju Padang (lihat De Sumatra post, 14 Januari 1939) dan menjadikannya sebagai salah seorang dari 32 anggota dewan di ranah Minangkabau yang berdarah tapanuli.

(Informasi ini dihimpun penulis dari berbagai sumber yakni generasi ke13 Sutan Kanaikan di Muaro Kiawai, Pustaha Depok serta dikutip dari hasil kompilasi oleh Akhir Matua Harahap dalam artikel sejarah tokoh Tabagsel). ***

Editor: Irfansyah Pasaribu

Tags

Terkini

Terpopuler