Belum Berizin Lengkap, Bangunan Stone Crusher di Gunung Tuleh Menuai Sorotan

3 Juni 2023, 17:13 WIB
Lokasi Pembangunan Instalasi Alat Pemecah Batu (Stone Crusher) oleh salah satu pelaku usaha di Muaro Kiawai Kecamatan Gunung Tulas, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Proyek ini menuai sorotan setelah beredar kabar tentang belum lengkapnya izin yang harus dimiliki sebelum melakukan kegiatan /Handro Donal/ Marawatalk/

 

MARAWATALK - Pembangunan intalasi peralatan pemecah batu atau stone crusher di Nagari Muaro Kiawai Hilir, Kecamatan Gunung Tuleh, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, menuai sorotan publik lantaran belum mengantongi izin dasar sebelum melakukan kegiatan usahanya.

Pantauan wartawan, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pasaman Barat, Fadlus Sabi telah turun langsung melakukan survey peninjauan pembangunan stone crusher itu. 

“Benar, Selasa (30/5) kemarin tim gabungan dari unsur pemerintah daerah telah melakukan tinjauan pembangunan stone crusher yang diketahui milik PT Petarangan Utama,” kata Fadlus, Sabtu (3/6). 

Dari hasil tinjauan tersebut, pihaknya akan melakukan rapat tim terlebih dahulu sebelum ditindaklanjuti lebih lanjut. 

“Mereka masih dalam tahap pembangunan, belum tahap operasional atau menjalankan usaha dan sekarang sedang proses pengurusan perizinan di dinas teknis,” jelasnya.

Sementara itu, dari hasil penelusuran wartawan terhadap sejumlah regulasi yang berlaku dapat disimpulkan yakni pelaku usaha yang akan mendirikan pabrik pemecah batu atau stone crusher harus memenuhi sejumlah ketentuan terlebih dahulu. 

Ketentuan tersebut salah satunya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Misalnya, terkait zonasi yang ditetapkan untuk mendirikan stone crusher yakni zoning permukiman dan zoning industri.

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pelaku usaha dalam zoning permukiman hanya diizinkan memproduksi di bawah 50.000 meter kubik setiap tahun.

Pelaku usaha ini wajib memiliki izin atau menyertakan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 pada UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sedangkan perusahaan yang memiliki kemampuan memproduksi antara 50.000 sampai 500.000 meter kubik per tahun yang sudah dikategorikan zoning industri, biasanya tidak hanya bergerak di pemecahan batu tetapi juga menyediakan batching plant.

Dengan demikian, pelaku usaha harus menyertakan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 pada UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Terkait UKL-UPL, semua perusahaan harus membuat surat kesanggupan itu karena menjadi dasar penerbitan izin pemecahan batu.

Kesanggupan tersebut menyangkut dampak terhadap lingkungan sampai kebisingan atau suara atau dampak lingkungan lain dari kegiatan produksi pemecahan batu.

Selanjutnya pelaku usaha mengurus perizinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Dalam perizinan harus dilengkapi dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) daan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Terkait perizinan, hal ini sudah ditegaskan dalam Pasal 36 pada UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam pasal tersebut dituangkan, setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL, wajib memiliki izin lingkungan.

Sedangkan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Hal ini diatur dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.

Dirangkum berbagai sumber terkait perizinan dasar perusahaan tersebut seperti Izin Pemanfaatan Ruang (IPR), Izin Lingkungan (IKL) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diduga belum ada satu pun.

Terpisah, dikatakan salah seorang tokoh masyarakat sekitar lokasi pembangunan instalasi Pemecah Batu tersebut, Dr Amul Husni Fadlan, SIP MA, mengaku prihatin atas dilalaikannya pengurusan perizinan dasar oleh pihak pelaku usaha.

"Hingga saat ini memang belum ada iktikad baik yang ditunjukkan pihak perusahaan itu, karena lazimnya setiap pelaku usaha hendaknya melakukan langkah sosialisasi terhadap usaha yang akan ia jalankan di lingkungan tempat usahanya," sesal Amul.

Padahal, lanjutnya, langkah tersebut sangat penting agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian dikemudian hari seperti adanya sikap penolakan dari warga sekitar.

Selain itu, ulasnya, dalam pemanfaatan tenaga kerja tentu juga sudah diatur tentang prioritas serapannya yang mengharuskan pemanfaatan sumber daya manusia disekitar kegiatan usaha.

"Mungkin ada baiknya pihak terkait menghentikan dahulu untuk sementara waktu kegiatannya, hingga seluruh prosedur perizinan dan pendekatan sosial kemasyarakatan tuntas dilaksanakan," pintanya.

Ia berharap, ada ketegasan sikap dari pihak pemberi izin untuk menegakkan seluruh regulasi yang mengatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha.

"Jangan ragu-ragu untuk menolak permohonan izin apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan atau mendapatkan sikap penolakan dari masyarakat karena dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan baru yang dapat merugikan seluruh pihak," tutupnya.*** (Handro Donal) 

Editor: Rully Firmansyah

Tags

Terkini

Terpopuler