Pengangkatan Usmar Ismail Sebagai Pahlawan Nasional Ditanggapi Skeptis Oleh Kritikus Film Sumbar

- 10 November 2021, 12:04 WIB
Bapak Perfileman Indonesia, Usmar Ismail (ist)
Bapak Perfileman Indonesia, Usmar Ismail (ist) /

 

RANAHPADANG.COM –  Bapak Perfileman Indonesia, Usmar Ismail bakal dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo di hari Pahlawan ini, Kamis (10/11/2021). Pengangkatan Sutradara kelahiran Sumatera Barat 20 Maret 1920 ini ditanggapi skeptis oleh Kritikus Film Sumatera Barat.

S. Metron Masdison, misalnya. Menurutnya penobatan Umas Ismail sebagai Pahlawan Nasional nyaris tak ada artinya bagi dunia perfileman Sumatera Barat.

“Tak ada gunanya”, sergah Metron saat diwawancarai Ranahpadang.com, Selasa (9/11).

Kritikus film sekaligus sutradara itu mengatakan lebih jauh bahwa penobatan Umar Ismail sebagai Pahlawan Nasional tidak akan berarti apa-apa jika sosok Usmar Ismail diperlakukan sama seperti Pahlawan Nasional asal Sumatera Barat lainnya.

“Kalau Usmar hanya akan menjadi fosil, menjadi kebanggan semu, seperti pahlawan dari Sumbar lainnya, lebih baik tidak usah saja, ” lanjutnya.

Menurut Metron, saat ini bisa dikatakan tidak ada sineas Sumbar yang melakukan eksplorasi secara serius terhadap gagasan-gagasan sinematografi Usmar Ismail. Padahal banyak yang bisa dipelajari dan dikembangkan secara kreatif dari Umar Ismail.

“Malah sineas dari luar Sumbar yang menyadari hal tersebut. Sebut saja Riri Riza,” lanjutnya.

“Yang mengusulkan Usmar Ismail menjadi Pahlawan Nasional juga bukan insan perfileman Sumbar atau dinas terkait. Ini memperlihatkan betapa Umar Ismail tidak begitu dianggap di Sumatera Barat, sementara di luar Sumbar Usmar dianggap berharga, baik dari segi gagasan, estetika, atau pun kontribusinya terhadap perfileman Indonesia,” tambahnya.

Metron kemudian menambahkan bahwa Sumbar tidak hanya punya Usmar Ismail. Selain Usmar, terdapat juga Asrul Sani serta Djamaludin Malik yang masing-masing mereka punya kontribusi yang tidak bisa disebut kecil dalam kancah perfileman nasional.

“Jangankan keinginan untuk membuat perbincangan serius yang berkelanjutan mengenai karya-karya Umar Ismail atau Asrul Sani, keinginan untuk menggelar FFI (Festival Film Indonesia) di Sumbar saja tidak pernah muncul. Padahal Sumbar layak untuk itu,” jelas Metron.

Halaman:

Editor: Hajravif Angga


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah