Mengapa Omnibus Law Cipta Kerja Ditolak hingga Picu Pembangkangan Sipil? Ini Penjelasannya!

- 30 Juni 2024, 12:07 WIB
Ilustrasi Terkait Artikel MK Tolak Petisi Kaji Ulang UU OMNIBUS LAW/Rivaldi Octora Sulaeman/Dokumen pribadi
Ilustrasi Terkait Artikel MK Tolak Petisi Kaji Ulang UU OMNIBUS LAW/Rivaldi Octora Sulaeman/Dokumen pribadi /

 

MARAWATALK - Undang-undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja telah menjadi topik yang sangat kontroversial di Indonesia sejak diumumkan dan disahkan pada akhir tahun 2022. Undang-undang ini, yang menggabungkan dan menyederhanakan 79 undang-undang yang terkait dengan ketenagakerjaan, investasi, perizinan, dan berbagai aspek lainnya.

Kehadirannya diharapkan dapat memperbaiki iklim investasi dan menciptakan lapangan kerja. Namun, dampaknya terhadap masyarakat, khususnya buruh dan rakyat kecil, telah menjadi fokus utama kritik dan pembangkangan sipil.

Kontroversi dan Kritik Terhadap Omnibus Law Cipta Kerja

Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dikritik keras karena beberapa alasan utama. Pertama, proses penyusunannya dinilai tidak transparan dan terlalu cepat, sehingga kurang memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat dalam proses legislasi yang seharusnya demokratis.

Kedua, substansi dari beberapa pasal dalam undang-undang ini dipandang merugikan hak-hak pekerja, seperti kemudahan dalam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berpotensi memberikan pesangon yang lebih rendah dari ketentuan sebelumnya. Hal ini diatur melalui regulasi turunan yang dinilai tidak sesuai dengan semangat perlindungan pekerja.

Perspektif Hukum dan Konstitusional

Dalam konteks hukum, banyak kalangan yang mempertanyakan kekonstitusionalan Omnibus Law Cipta Kerja. Argumentasi ini muncul karena penggabungan banyak undang-undang dalam satu payung hukum dapat menimbulkan ketidakjelasan dan kebingungan terhadap implementasi serta pelaksanaan di lapangan.

Selain itu, alasan pengesahan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dengan alasan "kegentingan memaksa" juga menjadi sorotan, terutama setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengingatkan pemerintah dan DPR untuk melakukan perbaikan atas undang-undang ini dalam waktu dua tahun, bukan dengan cara menggolkan Perppu yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Penerimaan Omnibus Law Cipta Kerja di tengah-tengah masyarakat menunjukkan polarisasi yang signifikan. Di satu sisi, ada harapan akan peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja baru.

Namun, di sisi lain banyak yang merasa khawatir akan penurunan standar perlindungan pekerja, pengurangan pesangon, dan hilangnya kepastian hukum bagi buruh. Hal ini telah memicu gelombang protes dan demonstrasi di seluruh negeri, menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap kebijakan pemerintah.

Baca Juga: Judi Online Teror Masyarakat, Ini Kajian dan Sanksi Hukum serta Sanksi Sosialnya

Pembangkangan Sipil Sebagai Bentuk Perlawanan?

- Pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi di depan gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Mereka menuntut DPR untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law saat Sidang Paripurna DPR karena dianggap akan merugikan tenaga kesehatan. ANTARA FOTO/Galih
- Pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi di depan gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Mereka menuntut DPR untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law saat Sidang Paripurna DPR karena dianggap akan merugikan tenaga kesehatan. ANTARA FOTO/Galih

Baca Juga: Transformasi Hukum Era Digital: Tinjauan Sosiologis Terhadap Sistem Hukum dalam Menghadapi Perubahan Teknologi

Pembangkangan sipil menjadi salah satu respons utama terhadap Omnibus Law Cipta Kerja. Masyarakat, terutama kelompok buruh, mahasiswa, dan aktivis pro-demokrasi, melakukan berbagai bentuk perlawanan yang damai untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap undang-undang ini.

Boikot terhadap perusahaan yang dianggap melanggar ketentuan Undang-undang Cipta Kerja, penolakan terhadap implementasi di tingkat lokal, serta aksi demonstrasi besar-besaran telah menjadi gambaran dari perlawanan masyarakat terhadap kebijakan yang dirasa merugikan ini.

Bagaimana Respons Pemerintah dan DPR?

Sikap pemerintah dan DPR dalam merespons kritik terhadap Omnibus Law Cipta Kerja juga menarik perhatian. Meskipun ada upaya untuk menegaskan manfaat undang-undang ini dalam meningkatkan daya saing ekonomi, tetapi ketidaksinkronan dengan kepentingan masyarakat, terutama buruh, telah menambah ketegangan politik di dalam negeri. Sosialisasi yang kurang baik sebelum pengesahan juga menunjukkan kurangnya komunikasi yang efektif antara pemerintah dan rakyat.

Dalam kesimpulannya, Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja telah menimbulkan gelombang kritik dan pembangkangan sipil yang signifikan di Indonesia. Meskipun memiliki tujuan untuk menyederhanakan regulasi dan memperbaiki iklim investasi, implementasinya harus memperhatikan keadilan sosial dan perlindungan hak-hak pekerja.

Pentingnya dialog dan konsultasi lebih lanjut antara pemerintah, DPR, dan masyarakat menjadI kunci untuk menciptakan kebijakan yang dapat diterima oleh semua pihak dan berdampak positif bagi pembangunan nasional yang berkelanjutan.*** Amanda Al-Fadilla

Disclaimer: Penulis adalah Mahasiswi Hukum Ekonomi Syariah UIN Imam Bonjol Padang, artikel ini ditayangkan sebagai pemenuhan tugas yang bersangkutan pada mata kuliah Sosiologi Hukum.

Dapatkan info dan berita terupdate lainnya hanya di padang.pikiran-rakyat.com dan Ikuti Whatsapp Channel Marawatalk Padang, sumber informasi Rakyat Minangkabau

Editor: Rully Firmansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah