Berakhirnya Peran Air Bangis Jadi Ibukota Residensi
Namun Kejayaannya tidak berlangsung lama. Peran Air Bangis sebagai ibukota residensi berakhir pada tahun 1848, ketika ibukota Residensi Tapanuli dipindahkan lebih ke utara, ke kota pelabuhan Sibolga, yang berlangsung sampai tahun 1884.
Pada kurun 1884 sampai tahun 1905, pemerintah kolonial membentuk sebuah keresidenan baru dengan nama Keresidenan Air Bangis, dengan Padangsidempuan menjadi ibukota keresidenan ini.
Melihatnya Sibolga dan dibangunnya pelabuhan di sana sangat berdampak terhadap Pelabuhan Air Bangis. Secara bertahap Pelabuhan Air Bangis mulai sepi disinggahi kapal-kapal asing.
Akibatnya aktivitas perdagangan dan pelayaran di kawasan pelabuhan mengalami kemunduran, dan hal ini diperparah lagi oleh banyaknya penduduk yang pindah ke Sibolga.
Era Pendudukan Jepang dan Pemerintah RI
Pada era pendudukan militer Jepang, Air Bangis benar-benar hancur. Pada awal era Pemerintah Republik Indonesia, upaya untuk membangkitkan 'batang tarandam' di Air Bangis tidak membuahkan hasil.
Dengan terbentuknya kabupaten Pasaman Barat yang diharapkan 'batang tarandam' benar-benar dapat terangkat. Namun penempatan posisi GPS ibu kota di Simpang Ampek membuat Air Bangis secara spasial semakin terpencil di ranahnya sendiri (Kabupaten Pasaman Barat).
Pusat pemerintahan dan pusat pertumbuhan bisnis di Simpang Ampek justru lebih memperkuat wilayah pinggiran kabupaten induk (kabupaten Pasaman) dan wilayah pinggiran kabupaten tetangga (kabupaten Agam). Ibarat melempar kail (umpan) ke utara, jatuhnya ke selatan.