TRADISI Baburu Babi Hutan, Awalnya Lawan Hama Tani dan Kini jadi Olahraga Rekreasi Mahal Bergengsi di Sumbar

- 18 April 2024, 12:04 WIB
Sekawanan anjing pemburu diturunkan dari sebuah pikap menjelang perburuan babi hutan di Sikaladi, Sumatra Barat (Sumbar). (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)
Sekawanan anjing pemburu diturunkan dari sebuah pikap menjelang perburuan babi hutan di Sikaladi, Sumatra Barat (Sumbar). (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo) /

 

MARAWATALK - Berburu Babi Hutan atau yang biasa dikenal dalam dialeg bahasa daerah suku Minangkabau dengan istilah 'Baburu Babi', sudah dijalani selama beberapa generasi oleh masyarakat di Sumatera Barat dan sekitarnya.

Kegiatan Baburu Babi itu pada mulanya hanyalah salah satu cara memusnahkan binatang babi hutan yang merusak lahan pertanian mereka pada zaman dahulunya. Mereka memanfaatkan anjing-anjing pemburu untuk mengejar serta membunuh babi hutan yang masuk ke dalam areal pertanian milik masyarakat suatu kaum adat di daerah itu.

Tetapi sekarang praktik ini menjelma menjadi olahraga dan hiburan, tidak sekadar perkara pemberantasan hama, ajang perburuan babi hutan telah menjelma menjadi olahraga rekreasi yang bisa membuat para penggemarnya datang dari kota dan desa lain yang jauhnya hingga puluhan kilometer.

Beberapa kabupaten di Sumatera Barat, bahkan menjadikan perburuan babi hutan sebagai penarik wisatawan, dengan mengadakan ajang perburuan yang didatangi ribuan pemburu dan penggemarnya dari seluruh Indonesia.

Dikutip dari laman CNA.id, kegiatan Baburu Babi ini ternyata sudah dilakukan berabad-abad lamanya. Namun satu-satunya yang tidak berubah adalah sifatnya yang brutal.

Para pemburu tidak menggunakan senapan atau senjata lainnya untuk memastikan buruannya mati dengan cepat. Mereka hanya mengandalkan naluri pembunuh anjing-anjing yang telah dilatih sejak kecil.

"Saya tidak bisa menggambarkan betapa girangnya saya setiap kali anjing saya membawa darah (babi)," kata Sumantri (51), pekerja bangunan penikmat olahraga Baburu Babi ini.

Sumantri mengatakan, ia telah berburu babi hutan sejak ia masih kecil. Ada kalanya babi hutan berhasil kabur tanpa melukai diri sendiri atau sekelilingnya.

Menurutnya, tidak jarang juga hewan liar itu menyerang balik, terutama jika sudah terpojok. Pertarungan itu biasanya baru berakhir jika babi hutan bisa melarikan diri atau dibantai dan dicabik-cabik oleh kawanan anjing yang mengepungnya.

Babi hutan terkadang berukuran lebih besar dan lincah ketimbang anjing-anjing yang mengejarnya. Dalam pertarungan, taring-taring babi bisa melukai atau bahkan membunuh anjing-anjing pengejarnya sebelum akhirnya mati atau meloloskan diri.

Ini persisnya yang menimpa salah satu anjing milik Muhammad Azrifa beberapa bulan lalu. Di tengah pengejaran, babi hutan melawan balik dan menancapkan taringnya ke perut anjing dan merobek organ-organ vitalnya.

"Babinya lolos dan abang saya membalut luka (anjing) dengan bajunya. Dibawanya ke dokter, tapi anjingnya mati sebelum sampai," kata petani berusia 17 tahun ini.

Baca Juga: TRADISI Manjalang Buya Lubuk Landua di Pasaman Barat Meriah, Hamsuardi: Cerminan Kekompakan Ulama dan Umara

Diminati Meskipun Berisiko Ancam Keselamatan Manusia dan Spesies Harimau Sumatera

Ilustrasi Harimau Sumatera
Ilustrasi Harimau Sumatera ambquinn

Baca Juga: RAMADAN Samba Karambia Khas Minangkabau, Kuliner Pedas Menggoda Selera, Cocok untuk Lauk Berbuka Puasa

Para pemburu juga kerap terluka akibat serangan babi hutan, gigitan ular atau terjatuh ketika berjalan di lereng perbukitan yang licin. Bahkan Warga setempat juga bisa menjadi korban.

Pada suatu perburuan, para pemburu mengejar babi hutan sampai masuk ke dalam desa Sungai Limau, sekitar 72km dari Sikaladi. Serudukan babi itu lantas melukai dua warga: Bocah tujuh tahun dan neneknya yang berusia 64 tahun.

Insiden serupa terjadi di bulan yang sama, tepatnya di desa Aur Malintang, 22km jauhnya. Korban adalah gadis berusia 10 tahun yang mengalami luka di kaki dan tangannya akibat terjangan babi hutan.

Sementara itu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat sudah berusaha mencegah praktik perburuan babi hutan ini.

Pasalnya, babi hutan adalah salah satu sumber makanan utama bagi harimau Sumatra yang terancam punah. BKSDA Sumbar memperkirakan 120 dari 600 harimau Sumatra yang tersisa di dunia ada di Sumatra Barat yang 56 persen wilayahnya masih dirimbuni hutan.

"Kami menyerukan (para pemburu) untuk mengejar dan mengusir babi-babi itu kembali ke hutan," kata kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono, kala itu.

Menurut Ardi, populasi babi hutan yang menurun akan membuat harimau merambah ke permukiman warga dan lahan pertanian, meningkatkan risiko konflik antara manusia dan hewan dilindungi tersebut.

Karena babi hutan bukanlah spesies dilindungi, hampir tidak ada penelitian mengenai hewan ini. Akibatnya, sulit memperkirakan berapa populasi mereka dalam beberapa tahun terakhir.

Demi melindungi sumber makanan harimau, pemerintah setempat telah menerapkan zona larangan berburu di habitat harimau.

Namun pemerintah Sumatera Barat tidak secara tegas melarang perburuan ini. Mereka beralasan, perburuan penting juga untuk mengendalikan populasi babi hutan di Sumbar yang 20 persen dari 5,5 juta penduduknya adalah petani.

Selain itu, menurut pemerintah provinsi dan politisi setempat, perburuan babi hutan telah menjadi sebuah tradisi di Sumatra Barat.

Baca Juga: MINANGKABAU Teh Talua Corona, Minuman Teh Rempah Hits asal Pasaman Barat Bikin Auto Nagih

Baburu Babi, Tradisi Lama yang Menjadi Hobby Mahal dan Bergengsi

Seekor anjing mencium aroma babi hutan saat berburu di perbukitan yang rimbun di Sikaladi, Sumatra Barat, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)
Seekor anjing mencium aroma babi hutan saat berburu di perbukitan yang rimbun di Sikaladi, Sumatra Barat, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Baca Juga: MINANGKABAU 10 Tarian asal Sumatera Barat Warisan Budaya Ranah Minang

Ada lebih dari 4.000 pemburu di Sumatra Barat yang terdaftar di organisasi Persatuan Olahraga Buru Babi (PORBI), terbanyak dibanding wilayah lainnya di Indonesia.

Lantaran kian populer, beberapa kabupaten di Sumbar bergantian mengadakan ajang berburu skala besar. Beberapa ajang bahkan bisa diikuti oleh ribuan peserta, yang beberapa di antaranya datang dari Jakarta dan Jawa Barat.

Sensasi dari keberhasilan memburu babi memang membuat ketagihan, hal ini diakui sendiri oleh para pemburu. Itulah alasannya mengapa mereka mau bersusah payah untuk mengulangi pengalaman tersebut lagi.

Fahrur Rozi mengaku sudah menjelajahi pelosok Sumatra Barat dan provinsi tetangga Riau untuk berburu babi hutan. Untuk hobinya ini dia rela merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah, sebuah nilai yang besar untuk seorang penjual makanan seperti dirinya.

Seekor anjing pemburu yang belum terlatih dihargai mulai dari Rp1,5 juta, kata pria 36 tahun pemilik empat anjing ini kepada CNA. Harganya bisa naik dua kali lipat jika anjing telah dilatih dan dianggap siap turun berburu. Harganya akan naik dengan drastis jika anjing tersebut diketahui pernah membunuh babi.

"Saya pernah melihat anjing yang harganya lebih dari mobil," kata Fahrur.

"Ini adalah sesuatu yang diwarisi dari satu generasi ke generasi lainnya di keluarga saya," kata dia. "Ini lebih dari hobi, ini tradisi." tutupnya.***

Dapatkan info seputar TRADISI Nasional dan Daerah serta informasi terupdate lainnya hanya di padang.pikiran-rakyat.com, Sumber Informasi Rakyat Minangkabau.

Editor: Rully Firmansyah

Sumber: CNA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah